Powered by Blogger.

Popular Posts

RSS

بسم الله الرحمن الرحيم

Terjemahan Kitab Safinah An-Najah


Safinah An-Najah 
Karangan Syaikh Salim Bin Samir
Hadromi
Madzhab Syafi’i


Pembukaan
Bismillaahirrohmaanirrohiim
. Alhamdulillaahi Robbil ‘Aalamin . Wabihii Nasta’iinu ‘Alaa Umuuriddunyaa
Waddiini . Washollallaahu ‘Alaa Sayyidinaa Muhammadin Khootamannabiyyiina Wa
Aalihii Washohbihii Ajma’iina . Walaa Hawla Walaa Quwwata Illaa
Billaahil’aliyyil ‘Azhiim .


Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang .
Segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam . Dan dengannya kami mohon
pertolongan atas segala urusan dunia dan agama . Dan Allah bersholawat atas
junjungan kita Muhammad penutup para Nabi dan atas keluarganya dan sahabatnya
semua . Dan tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha
Tinggi Maha Agung .

Rukun
Islam
Arkaanul
Islaami Khomsatun : Syahaadatu An Laa Ilaaha Illallaahu Wa Annna Muhammadan
Rosuulullaahi , Wa Iqoomushsholaati , Wa Iitaauzzakaati , Wa Shoumu Romadhoona
, Wa Hijjul Baiti Man Istathoo’a Ilaihi Sabiilan .
Rukun-rukun Islam yaitu 5 : Bersaksi bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah , dan Mendirikan Sholat , dan
Memberikan Zakat , dan Puasa Bulan Romadhon , dan Pergi Haji bagi yg mampu
kepadanya berjalan .

Rukun Iman
Arkaanul
Iimaani Sittatun : An Tu’mina Billaahi , Wa Malaaikatihii , Wa Kutubihii , Wa
Rusulihii , Walyaumil Aakhiri , Wabilqodari Khoyrihi Wasyarrihi Minalaahi
Ta’aalaa .
Rukun-rukun Iman yaitu 6 : Bahwa engkau beriman dengan
Allah , dan para Malaikatnya , dan kitab-kitabnya , dan para Rosulnya , dan
hari akhir , dan taqdir baiknya dan taqdir buruknya dari Allah Ta’ala .

Syahadat
Wama’naa Laa Ilaaha Illallaahu Laa Ma’buda Bihaqqin Fil
Wujuudi Illallaahu .
Dan makna kalimat La Ilaha Illallahu yaitu tidak ada yg
disembah dengan sebenar-benarnya pada keadaan kecuali Allah .

Tanda-tanda
Baligh
‘Alaamaatul Buluughi Tsalaatsun : Tamaamu Khomsa ‘Asyaro
Sanatan Fidzdzakari Wal Untsaa , Wal Ihtilaamu Fidzdzakari Wal Untsaa Litis’i
Siniina , Wal Haidhu Fil Untsaa Litis’i Siniina .
Tanda-tanda Baligh yaitu 3 : Sempurna umurnya 15 tahun pada
laki-laki dan perempuan , dan mimpi pada laki-laki dan perempuan bagi umur 9
tahun , dan dapat haid pada perempuan bagi umur 9 tahun .

Syarat
Istinja
Syuruuthul Istinjaai Bilhajari Tsamaaniyatun : An Yakuuna
Bitsalaatsati Ahjaarin , Wa An Yunqiya Al-Mahalla , Wa An Laa Yajiffa An-Najisu
, Walaa Yantaqila , Walaa Yathroa ‘Alaihi Aakhoru , Walaa Yujaawiza Shofhatahu
Wahasyafatahu , Walaa Yushiibahu Maaun , Wa An Laa Takuuna Al-Ahjaaru
Thoohirotan
.
Syarat-syarat Istinja dengan batu yaitu 8 : Bahwa adalah
orang yg berisitinja itu dengan 3 batu , dan bahwa ia membersihkan tempat
keluarnya najis , dan bahwa tidak kering najisnya itu , dan tidak berpindah
najisnya itu , dan tidak datang atasnya oleh najis yg lain , dan jangan
melampaui najisnya itu akan shofhahnya dan hasyafahnya , dan jangan mengenai
najis itu akan ia oleh air , dan bahwa adalah batunya itu suci .

Fardhu
Wudhu
Furuudh Al-Wudhuui Sittatun : Al-Awwalu Anniyyatu ,
Ats-Tsaani Ghoslu Al-Wajhi , Ats-Tsaalitsu Ghoslu Al-Yadaini Ma’a Al-Mirfaqoini
, Ar-Roobi’u Mashu Syaiin Min Ar-Ro’si , Al-Khoomisu Ghoslu Ar-Rijlaini Ilaa
Al-Ka’baini , As-Saadisu At-Tartiibu
.
Fardhu-fardhu Wudhu yaitu 6 : Yang pertama Niat , yg kedua
membasuh wajah , yg ketiga membasuh 2 tangan beserta 2 sikut , yg keempat menyapu
sebagian dari kepala , yg kelima membasuh 2 kaki sampai 2 mata kaki , yg keenam
tertib .

Niat
Dalam Wudhu
Wanniyyatu Qoshdu Asy-Syaii Muqtarinan Bifi’lihi . Wa
Mahalluhaa Al-Qolbu . Wattalaffuzhu Bihaa Sunnatun . Wa Waqtuhaa ‘Inda Ghosli
Awwali Juz’in Minal wajhi . Wattartiibu An Laa Tuqoddima ‘Udhwan ‘Alaa ‘Udhwin
.
Dan niat
yaitu memaksudkan sesuatau berbarengan dengan perbuatannya . Dan tempat niat
adalah hati . Dan melafazkan dengannya adalah sunah . Dan waktunya ketika
membasuh awal bagian daripada wajah . Dan tertib yaitu bahwa tidak didahului
satu anggota atasa anggota yg lain .

Air
Untuk Bersuci
Walmaau Qoliilun Wa Katsiirun . Al-Qoliilu Maa Duunal
Qullataini . Walkatsiiru Qullataani Fa Aktsaru
 
Dan air itu yaitu sedikit dan banyak . Yang sedikit adalah
air yg kurang dari 2 kullah . Dan yang banyak yaitu 2 kullah atau lebih .
2 Kullah bila diukur dengan liter yaitu 216 liter kurang lebih , bila
diukur wadahnya yaitu 60 cm X 60 cm x 60 cm . Air yg kurang dari 2 kullah
menjadi musta’mal bila terciprat air bekas bersuci yaitu bila terciprat air
basuhan yg pertama karna basuhan yg pertamalah yg wajib . Adapun bila air itu
kurang dari 2 kullah maka lebih baik dicedok dengan gayung jangan dikobok .
Demikianlah jawaban kami , semoga Anda dapat memahaminya . Wallahu Yahdi Ila
Sawaissabil .

Al-Qoliilu Yatanajjasu Biwuquu’innajaasati Fiihi Wain Lam
Yataghoyyar .
Dan air yg sedikit menjadi najis ia dengan kejatuhan najis
padanya walaupun tidak berubah rasa , warna , dan baunya .

Walkatsiiru Laa Yatanajjasu Illaa Idzaa Taghoyyaro
Tho’muhu , Aw Lawnuhu , Aw Riihuhu .
Dan air
yg banyak tidaklah ia menjadi najis kecuali jika berubah rasa , atau warnanya ,
atau baunya .

Tetang
Mandi Wajib
Muujibaatul Ghusli Sittatun : Iilaajul Hasyafati Fil
Farji , Wakhuruujul Maniyyi , Wal Haidhu , Wannifaasu , Wal Wilaadatu , Wal
Mautu
.
Segala yg mewajibkan mandi yaitu 6 : Memasukkan Hasyafah
pada Farji , dan keluar mani , dan haidh , dan nifas , dan wiladah , dan mati .

Furuudhul Ghusli Itsnaani : Anniyyatu , Wata’miimul
Badani Bil Maa’i
.
Fardhu-fardhu mandi yaitu 2 : Niat , dan meratakan badan
dengan air .

Wudhu
Syuruuthul Wudhuui ‘Asyarotun : Al-Islamu , Wattamyiizu ,
Wannaqoou ‘Anil Haidhi Wannifaasi Wa’an Maa Yamna’u Wushuulal Maai Ilal
Basyaroti , Wa An Laa Yakuuna ‘Alal ‘Udhwi Maa Yughoyyirul Maa-a , Wal’ilmu
Bifardhiyyatihi , Wa An Laa Ya’taqida Fardhon Min Furuudhihi Sunnatan , Wal
Maau Ath-Thohuuru , Wadukhuulul Waqti , Wal Muwaalatu Lidaaimil Hadatsi .
 
Syarat-syarat Wudhu yaitu 10 : Islam ,Tamyiz , dan suci
dari haid dan nifas dan dari sesuatu yg mencegah sampainya air kepada kulit ,
dan bahwa tidak ada atas anggota oleh sesuatu yg mengubah air , dan mengetahui
dengan segala fardhunya , dan bahwa ia tidak mengi’tiqodkan akan fardhu daripada
fardhu-fardhunya sebagai sunat , dan air yg suci , dan masuk waktu , dan
berturut-turut bagi orang yg senantiasa berhadas .

Nawaaqidul Wudhuui Arba’atu Asyyaa-a : Al-Awwalu
Al-Khooriju Min Ihdassabilaini Minal Qubuli Wadduuri Riihun Aw Ghoyruhu Illal
Maniyya , Ats-Tsaani Zawaalul ‘Aqli Binaumin Aw Ghoyrihi Illaa Nauma Qoo’idin
Mumakkanin Maq’adahu Minal Ardhi , Ats-Tsaalitsu Iltiqoou Basyarotai Rojulin
Wamroatin Kabiiroini Ajnabiyyaini Min Ghoyri Haailin , Ar-Roobi’u Massu Qubulil
Aadamiyyi Aw Halqoti Duburihi Bibathnil Kaffi Aw Buthuunil Ashoobi’i .


Segala yg membatalkan wudhu yaitu 4 perkara : Yang pertama
yang keluar daripada salah satu dari 2 jalan daripada kubul dan dubur angin
atau selainnya kecuali air mani , yg kedua hilang akal dengan sebab tidur atau
selainnya kecuali tidurnya orang yg duduk yg menetapkan punggungnya daripada
bumi , yg ketiga bertemunya 2 kulit laki-laki dan perempuan besar keduanya
orang lain keduanya dari tanpa dinding , yg keempat menyentuh kubul manusia
atau bulatan duburnya dengan telapak tangan atau perut jari-jari

Larangan Bagi Orang yang
Batal Wudhu, Junub, Haid

Man Intaqodho wudhuu-uhu Haruma ‘Alaihi ‘Arba’atu Asyyaaa
: Ash-Sholaatu , Wath-Thowaafu , Wamassul Mush-hafi , Wahamluhu .
Orang yg
batal wudhunya haram atasnya 4 perkara : Sholat , dan Thowaf , dan menyentuh
AlQur-an , dan membawanya .

Wayahrumu ‘Alal
Junubi Sittatu Asyyaa-a : Ash-Sholaatu , Wath-Thowaafu , Wamassul Mush-hafi ,
Wahamluhu , Wallubtsu Fil Masjidi , Waqirooatul Qur-aani Biqoshdil Qur-aani .
Dan haram atas orang yg junub 6 perkara
: Sholat , dan Thowaf , dan menyentuh Al-Quran , dan membawanya , dan berdiam
diri di Masjid , dan membaca AlQur-an dengan maksud baca AlQur-an

Wayahrumu
Bilhaidhi ‘Asyarotu Asyyaa-a : Ash-Sholaatu , Wath-Thowaafu , Wamassul
Mush-hafi , Wahamluhu , Wallubtsu Fil Masjidi , Waqirooatul Qur-aani Biqoshdil
Qur-aani , Wash-Shoumu , Wath-Tholaaqu , Walmuruuru Fil Masjidi In Khoofat
Talwiitsahu , Wal Istimnaa’u Bimaa Bainassurroti Warrukbati
Dan haram dengan sebab haid 10 perkara : Sholat , dan
Thowaf , dan menyentuh AlQur-an , dan membawanya , dan berdiam diri di Masjid ,
dan membaca AlQur-an dengan qoshod Qur-an , dan puasa , dan talak , dan
berjalan di dalam Masjid jika ia takut menyamarkannya , dan bersedap-sedap
dengan sesuatu yg antara pusat dan lutut

Asbaabuttayammumi
Tsalaatsatun : Faqdul Maa-i , Walmarodhu , Wal Ihtiyaaju Ilaihi Li’athosyi
Hayawaanin Muhtaromin .
Tayamum
Sebab-sebab tayammum yaitu 3 : Ketiadaan air , dan sakit , dan berhajat
kepadanya untuk minum binatang yg dihormati .

Waghoyrul
Muhtaromi Sittatun : Taarikush-Sholaati , Wazzaanil Muhshonu , Walmurtaddu ,
Walkaafirul Harbiyyu , Walkalbul ‘Aquuru , Walkhinziiru .
Dan selain yg dihormati yaitu 6 : Orang yg meninggalkan
sholat , dan pezina muhshon , dan orang yg murtad , dan kafir harbi , dan
anjing galak , dan babi .

Syuruuthu
At-Tayammumi ‘Asyarotun : An Yakuuna Bituroobin , Wa An Yakuunatturoobu
Thoohiron , Wa An Laa Yakuuna Musta’malan , Wa An Laa Yukhoolithuhu Daqiiqun
Wanahwuhu , Wa An Yaqshidahu , Wa An Yamsaha Wajhahu Wayadaihi Bidorbataini ,
Wa An Yuziilannajaasata Awwalan , Wa An Yajtahida Fil Qiblati Qoblahu , Wa An
Yakuunattayammumu Ba’da Dukhuulil Waqti , Wa An Yatayammama Likulli Fardhin .

Syarat-syarat tayammum yaitu 10 : Bahwa adalah ia
bertayammum dengan debu , dan bahwa adalah debunya itu suci , dan bahwa tidak
adalah debunya itu musta’mal , dan bahwa tidak bercampur debunya itu oleh
tepung , dan bahwa ia sengaja bertayammum , dan bahwa ia menyapu mukanya dan
dua tangannya dengan 2 kali , dan bahwa ia menghilangkan najis pada
permulaannya , dan bahwa ia berijtihad pada kiblat sebelumnya tayammum , dan
bahwa adalah tayammumnya itu setelah masuk
Furuudhuttayammumi
Khomsatun : Al-Awwalu Naqlutturoobi , Ats-Tsaani Anniyyatu , Ats-Tsaalitsu
Mashul Wajhi , Ar-Roobi’u Mashul Yadaini Ilal Mirfaqoini Al-Khoomisu
At-Tartiibu Bainal Mashataini .


Fardhu-fardhu tayammum yaitu 5 : Yang pertama memindahkan
debu , yg kedua niat , yg ketiga menyapu wajah , yg keeempat menyapu 2 tangan
sampai 2 sikut , yg kelima tertib diantara 2 sapuan .
 Mubthilaatuttayammumi
Tsalatsatun : Maa Abtholal Wudhuu-a , Warriddatu , Watawahhumul Maa-i In
Yatayammama Lifaqdihi .


Segala yg membatalkan tayammum yaitu 3 : Apa-apa yg
membatalkan wudhu , dan murtad , dan menyangka ia akan ada air jika ia
bertayammum karena ketiadaan air

Najis
Alladzii
Yathhuru Minannajaasaati Tsalaatsatun : Al-Khomru Idzaa Takhollalat Binafsiha ,
Wajildul Maytati Idzaa Dubigho , Wa Maa Shooro Hayawaanan .


Yang suci daripada segala najis yaitu 3 : Khomr apabila
jadi cuka dengan sendirinya , dan kulit bangkai apabila disamak , dan apa-apa
yg jadi binatang .

Annajaasaatu
Tsalaatsun : Mughollazhotun
,
Wa
Mukhoffafatun
,
Wa
Mutawassithotun . Wal Mughollazhotu
Najaasatul Kalbi Wal Khinzhiiri Wafar’i Ahadihima . Wal Mukhoffafatu
Baulushshobiyyi Alladzii Lam Yath’am Ghoyrollabani Walam Yablughil Haulaini .
wal Mutawassithotu Saairunnajaasaati
.
Segala najis yaitu 3 : Najis berat , dan najis ringan ,
dan najis sedang . Dan najis berat yaitu najis anjing dan babi dan anak-anak
dari salah satu keduanya . Dan najis ringan yaitu kencing anak kecil yang tidak
makan selain air susu dan belum sampai umurnya 2 tahun . Dan najis sedang yaitu
semua najis .
Al-Mughollazhotu
Tathhuru Bighoslihaa Sab’an Ba’da Izaalati ‘Ainihaa Ihdaahunna Bituroobin . Wal
Mukhoffafatu Tathhuru Birosysyil Maa-i ‘Alaihaa Ma’al Gholabati Waizaalati
‘Ainihaa .
Najis Mughollazhoh atau berat suci ia dengan
membasuhnya 7 kali sesudah menghilangkan dzatnya salah satunya dengan tanah .
Dan najis Mukhoffafah atau ringan suci ia dengan memercikkan air diatasnya
serta rata dan sudah hilang dzatnya
Wal
Mutawassithotu Tanqosimu Ilaa Qismaini : ‘ Ainiyyatun
Wa
Hukmiyyatun . Al’Ainiyyatu
Allatii Lahaa Launun Wa
Riihun
Wa
Tho’mun Falaa Budda Min Izaalati Launihaa Wa
Riihahaa
Wa
Tho’mihaa
.
Dan najis Mutawassithoh atau najis sedang terbagi kepada 2
bagian : ‘Ainiyyah dan Hukmiyyah . Adapun ‘ainiyyah yaitu sesuatu yg baginya ada
warna dan bau dan rasa maka tidak boleh tidak dari menghilangkan warnanya dan
baunya dan rasanya .

Wal Hukmiyyatu Allatii Laa Launa Walaa Riiha Walaa Tho’ma
Kafaa Jaryul Maa-i ‘Alaihaa .
Dan
najis hukmiyyah yaitu yg tidak ada warna dan tidak ada bau dan tidak ada rasa
maka cukup mengalirkan air diatasnya .

Aqollul Haidhi Yaumun Wa Lailatun Wa Ghoolibuhu Sittun Aw
Sab’un Wa Aktsaruhu Khomsata ‘Asyaro Yauman Bilayaaliihaa .


Sekurang-kurangnya haid yaitu 1 hari 1 malam dan biasanya
6 atau 7 hari dan paling banyaknya 15 hari dan malamnya .

Wa Aqolluth-Thuhri Bainal Haidhotaini Khomsata ‘Asyaro
Yauman Walaa Hadda Liaktsarihi .


Dan sekurang-kurangnya suci antara 2 haid yaitu 15 hari
dan tidak ada batas untuk banyaknya .

Aqollun-Nifaasi Majjatun Wa Ghoolibuhu Arba’uuna Yauman
Wa Aktsaruhu Sittuuna Yauman .


Sekurang-kurangnya nifas yaitu sekali meludah dan biasanya
40 hari dan paling banyaknya 60 hari

A’dzaarush-Sholaati Itsnaani : An-Naumu Wannisyaanu 
Udzur-udzurnya sholat yaitu 2 : Tidur dan lupa
 
Syarat
Sholat
Syuruuthush-Sholaati Tsamaaniyyatun : Ath-Thohaarotu
‘Anil Hadatsaini Al-Ashghori Wal Akbari , Wath-Thohaarotu ‘Aninnajaasati
Fits-tsaubi Walbadani Wal Makaani , Wasatrul ‘Auroti , Wastiqbaalul Qiblati ,
Wadukhuulul Waqti , Wal’ilmu Bifardhiyyatihaa , Wa An Laa Ya’taqida Fardhon Min
Furuudhihaa Sunnatan , wajtinaabul Mubathilaati .
Syarat-syarat
sholat yaitu 8 : Suci dari 2 hadas yakni hadas kecil dan hadas besar , dan suci
dari segala najis pada pakaian dan badan dan tempat , dan menutup aurat , dan
menghadap kiblat , dan masuk waktu , dan mengetahui dengan fardhu-fardhunya ,
dan bahwa jangan ia beri’tiqod akan yg fardhu daripada fardhu-fardhu sholat
akan sunah , dan meninggalkan segala yg membatalkan sholat .

Al-Ahdatsu Itsnani : Ashghoru Wa Akbaru , Al-Ashghoru Maa
Awjabal Wudhuua Wal Akbaru Maa Awjabal Ghosla .


Hadas itu terbagi 2 : Hadas kecil dan hadas besar , hadas
kecil yaitu apa-apa yg mewajibkan wudhu sedangkan hadas besar yaitu apa-apa yg
mewajibkan mandi

Aurat
Al-’Aurootu Arba’un : ‘Auroturrojuli Muthlaqon Wal Amati
Fishsholaati Maa Bainassurroti Warrukbati , Wa ‘Aurotul Hurroti Fishsholaati
Jamii’u Badanihaa Maa Siwal wajhi Wal Kaffaini Wa ‘Aurotul Hurroti Wal Amati
‘Indal Ajaanibi Jamii’ul Badani Wa ‘Inda Mahaarimihaa Wannisaai Maa
Bainassurroti Warrukbati .

Segala aurat itu terbagi 4 : Aurat laki-laki di dalam dan
di luar sholat dan budak perempuan secara mutlak di dalam sholat yaitu apa-apa
yg diantara pusar dan lutut , dan aurat perempuan yg merdeka di dalam sholat
yaitu seluruh badannya selain wajah dan 2 telapak tangan , dan aurat perempuan
yg merdeka dan budak perempuan

disisi orang yg asing yaitu seluruh badan dan disisi
mahromnya dan sekalian perempuan yaitu apa-apa yg diantara pusar dan lutut .

Rukun
Solat
Arkaanushsholaati Sab’ata ‘Asyaro : Al-Awwalu Anniyyatu ,
Ats-Tsaani Takbiirotul Ihroomi , Ats-Tsaalitsu Al-Qiyaamu ‘Alal Qoodiri ,
Ar-Roobi’u Qirooatul Faatihati , Al-Khoomisu Ar-Rukuu’u , As-Saadisu
Aththuma’niinatu Fiihi , As-Saabi’u Al-’Itidaalu , Ats-Tsaaminu
Aththuma’niinatu Fiihi , At-Taasi’u Assujuudu Marrotaini , Al-’Aasyiru
Aththuma’niinatu Fiihi , Al-Haadi ‘Asyaro Aljuluusu Bainassajadataini ,

Ats-Tsaani ‘Asyaro Aththuma’niinatu Fiihi Ats-Tsaalitsu
‘Asyaro Attasyahhudul Akhiiru , Ar-Roobi’u ‘Asyaro Alqu’uudu Fiihi ,
Al-Khoomisu ‘Asyaro Ashsholaatu ‘Alannabiyyi Shollallaahu ‘Alaihi Wasallama
Fiihi , As-Saadisu ‘Asyaro Assalaamu , As-Saabi’u ‘Asyaro Attartiibu .


Rukun-rukun Sholat yaitu 17 : Yang pertama niat , yg kedua
takbirotul ihrom , yg ketiga berdiri atas orang yg mampu , yg keempat membaca
Fatihah , yg kelima ruku’ , yg keenam tuma’ninah di dalam ruku’ , yg ketujuh
i’tidal , yg kedelapan tuma’ninah di dalam i’tidal , yg kesembilan sujud 2 kali
, yg kesepuluh tuma’ninah di dalam sujud , yg kesebelas duduk antara 2 sujud ,
yg kedua belas tuma’ninah di dalam duduk antara 2 sujud , yg ketiga belas
tasyahhud akhir , yg keempat belas duduk di dalam tasyahhud akhir , yg kelima
belas sholawat atas Nabi SAW , yg keenam belas salam , yg ketujuh belas tertib
.

Anniyyatu
Tsalaatsu Darojaatin , In Kaanatishsolaatu Fardhon Wajaba Qoshdul Fi’li
Watta’yiinu Wal Fardhiyyatu , Wain Kaanat Naafilatan Muaqqotatan Aw Dzata
Sababin Wajaba Qoshdul Fi’li Watta’yiinu , Wain Kaanat Naafilatan Muthlaqon Wajaba
Qoshdul Fi’li Faqoth .


Niat itu 3 derajat , jika adalah sholat itu fardhu maka
wajib Qoshdu Fi’il dan Ta’yin dan Fardhiyyah , dan jika adalah sholat itu sunah
yg ditentukan waktunya atau memiliki sebab maka wajib Qoshdu Fi’il dan Ta’yin ,
dan jika adalah sholat itu sunah mutlak maka wajib Qoshdu Fi’il saja .

Al-Fi’lu
Usholli , Watta’yiinu Zhuhron Aw ‘Ashron , Wal Fardhiyyatu Fardhon .


Al-’Fi’lu yaitu kalimat Usholli , dan Ta’yin yaitu kalimat
Zhuhur atau ‘Ashar , dan Fardhiyyah yaitu kalimat Fardhon .

Syuruuthu
Takbiirotil Ihroomi Sittata ‘Asyaro : An Taqo’a Haalatal Qiyaami Fil Fardhi ,
Wa An Takuuna Bil ‘Arobiyyati , Wa An Takuuna Bilafzhil Jalaalati Wabilafzhi
Akbaru , Wattartiibu Bainallafzhoini , Wa An Laa Yamudda Hamzatal Jalaalati ,
Wa ‘Adamu Maddi Baa-i Akbaru , Wa An Laa Yusyaddidal Baa-a , Wa An Laa Yaziida
Waawan Saakinatan Aw Mutaharrikatan Bainal Kalimataini , Wa An Laa Yaziida
Waawan Qoblal Jalaalati ,

Wa An Laa Yaqifa Baina Kalimataittakbiiri Waqfatan
Thowiilatan Walaa Qoshiirotan , Wa An Yusmi’a Nafsahu Jamii’a Huruufiha
Wadukhuulul Waqti Fil Muwaqqoti Wa Iiqoo’uhaa Haalal Istiqbaali , Wa An Laa
Yukhilla Biharfin Min Huruufihaa , Wata’khiiru Takbiirotil Ma’muumi ‘An
Takbiirotil Imaami .


Syarat-syarat takbirotul ihrom yaitu 16 : bahwa jatuhnya
takbirotul ihrom pada ketika berdiri pada fardhu , dan bahwa takbirotul ihrom
itu dengan bahasa Arab , dan bahwa takbirotul ihrom itu dengan lafaz Allah dan
lafaz Akbar , dan tertib antara 2 lafaz , dan bahwa tidak memanjangkan huruf
hamzah lafaz Allah , dan tidak memanjangkan huruf ba pada lafaz Akbar , dan
bahwa tidak mentasydidkan huruf ba , dan bahwa tidak menambah huruf wawu yg
mati atau yg berharokat antara2 kalimat , dan bahwa tidak menambah huruf wawu
sebelum lafaz Allah , dan bahwa tidak berhenti antara 2 kalimat takbir dengan
berhenti yg panjang , dan tidak pula yg pendek , dan bahwa ia mempedengarkan
dirinya akan seluruh huruf-huruf Allahu Akbar , dan masuk waktu pada sholat yg
ditentukan waktunya , dan menjatuhkan takbirotul ihrom ketika menghadap kiblat
, dan bahwa mencampur dengan satu huruf daripada huruf-huruf takbir ,
mengakhirkan takbir ma’mum daripada takbir imam .

Syuruuthul
Faatihati ‘Asyarotun : Attartiibu , Wal-Muwaalatu , Wamuroo’atu Huruufihaa ,
Wamuroo’atu Tasydiidaatihaa , Wa An Laa Yaskuta Saktatan Thowiilatan Walaa
Qoshiirotan Yaqshidu Bihaa Qoth’al Qirooati , Wa’adamullahnil Mukhilla
Bilma’naa , Wa An Takuuna Haalatal Qiyaami Fil Fardhi , Wa An Yusmi’a Nafsahul
Qirooata , Wa An Laa Yatakhollalahaa Dzikrun Ajnabiyyun .
Syarat-syarat Fatihah yaitu 10 : Tertib , dan
berturut-turut , dan memelihara segala hurufnya , dan memelihara segala
tasydidnya , dan bahwa jangan ia (orang yg sholat) diam dengan diam yg panjang
dan tidak pula yg pendek yg ia bermaksud dengannya memutuskan bacaan , dan
tiada salah bacaan yg dengan merusakkan makna , dan bahwa dibaca Fatihah itu
ketika berdiri , pada sholat Fardhu ,

dan bahwa ia memperdengarkan dirinya akan bacaan , dan
bahwa tidak menyelangi akan Fatihah oleh dzikir yg lain .

Tasydiidaatul
Faatihati Arba’a ‘Asyarota : Bismillaahi Fauqollaami , Robbal ‘Aalamiina Fauqol
Baa-i , Arrohmaani Fauqorroo-i , Arrohiimi Fauqorroo-i , Maaliki Yaumiddiini
Fauqoddaali , Iyyaaka Na’budu Fauqol Yaa-i , Waiyyaaka Nasta’iinu Fauqol Yaa-i
, Ihdinashshiroothol Mustaqiima Fauqoshsoodi , Shirootolladziina Fauqollaami ,
An’amta ‘Alaihim Ghoyril Maghdhuubi ‘Alaihim Waladhdhoolliina Fauqodhdhoodi
Wallaami .
Segala tasydid Fatihah yaitu 14 : Lafazh Bismillah diatas
huruf Lam , Lafazh Robbal ‘Aalamiina diatas huruf Ba , Lafazh Arrohmaani diatas
huruf Ro , Lafazh Arrohiimi diatas huruf Ro , Lafazh Maaliki Yaumiddini diatas
huruf Dal , Lafazh Iyyaaka Na’budu diatas huruf Ya , Lafazh Waiyyaaka
Nasta’iinu diatas huruf Ya , Lafazh Ihdinashshiroothol Mustaqiima diatas huruf
Shod , Lafazh Shirootholladziina diatas huruf Lam

Lafazh An’amta ‘Alaihim Ghoyril Maghdhuubi ‘Alaihim
Waladhdhoolliina diatas huruf Dhod dan huruf Lam .

Yusannu Rof’ul
Yadaini Fii Arba’ati Mawaadhi’a : ‘Inda Takbiirotil Ihroomi , Wa’indarrukuu’i ,
Wa’indal I’tidaali , Wa’indal Qiyaami Minattasyahhudil Awwali

Disunahkan mengangkat tangan pada 4 tempat yaitu :
Ketika Takbirotul Ihrom , dan ketika Ruku’ , dan ketika I’tidal , dan ketika
bangun dari Tasyahhud yg pertama .

Syuruuthussujuudi
Sab’atun : An Yasjuda ‘Alaa Sab’ati A’dhooin , Wa An Takuuna Jabhatuhu
Maksyuufatan , Wattahaamulu Biro’sihi , Wa ‘Adamul Huwiyyi Lighoyrihi , Wa An
Laa Yasjuda ‘Alaa Syain Yataharroku Biharokatihi , Wartifaa’u Asaafilihi ‘Alaa
A’aaliihi , Waththuma’niinatu Fiihi , Wa An Yaquula Fii Sujuudihi "
Subhaana Robbiyal A’laa Wabihamdihi " (Tsalaatsa Marrootin) .
Syarat-syarat sujud yaitu 7 : Bahwa ia sujud atas 7
anggota , dan bahwa dahinya itu terbuka , dan memberatkan sedikit dengan
kepalanya , dan tidak turun sujud karena lainnya , dan bahwa ia tidak sujud
diatas sesuatu yg bergerak dengan geraknya , dan mengangkat anggota bawahnya
atas anggota atasnya , dan tuma’ninah pada ketika sujud , dan sunah bahwa ia
berkata pada sujudnya " Subhaana Robbiyal A’laa Wabihamdihi " (3
kali) .

( Khootimatun )
A’Dhooussujuudi Sab’atun : Al-Jabhatu , Wabuthuunul Kaffaini , Warrukbataini ,
Wabuthuunul Ashoobi’irrijlaini .


( Penutup ) Anggota-anggota sujud yaitu 7 : Dahi , dan
perut 2 telapak tangan , dan 2 dengkul , dan perut jari-jari 2 kaki .

Tasydiidaatuttasyahhudi
Ihdaa Wa’isyruuna Khomsun Fii Akmalihi Wasittata ‘Asyaro Fii Aqollihi .
Attahiyyaatu ‘Alattaa-i Walyaa-i , Walmubaarokatushsholawaatu ‘Alashshoodi ,
Ath-Thoyyibaatu ‘Alaththoo-i walyaa-i , Lillaahi ‘Alaa Laamil Jalaalati ,
Assalaamu ‘Alassiini , ‘Alaika Ayyuhannabiyyu ‘Alalyaa-i Wannuuni Walyaa-i ,
Warohmatullaahi ‘Alaa Laamil Jalaalati , Wabarokaatuhu Assalaamu ‘Alassiini ,
‘Alainaa Wa’alaa ‘Ibaadillaahi

‘Alaa Laamil Jalaalati , Ash-Shoolihiina ‘Alashshoodi ,
Asyhadu An Laa Ilaaha Illallaahu ‘Alaa Lam Alif Walaamil Jalaalati , Wa Asyhadu
Anna ‘Alannuuni , Muhammadarrosuulullaahi ‘Alaa Mimi Muhammadin Wa ‘Alarroo-i
Wa ‘Alaa Laamil Jalaalati .


Segala Tasydidnya Tasyahhud yaitu 21 , 5 pada yg paling
sempurna dan 16 pada yg paling sedikitnya . Attahiyyatu diatas huruf Ta dan Ya
, dan Mubaarkatushsholawaatu diatas huruf Shod , Ath-Thoyyibaatu diatas huruf
Tho dan Ya , Lillaahi diatas huruf Lam Jalalah , Assalaamu diatas huruf Sin ,
‘Alaika Ayyuhannabiyyu diatas huruf Ya dan Nun dan Ya , Warohmatullaahi diatas
huruf Lam Jalalah , Wabarokatuhu Assalaamu diatas huruf Sin ,

‘Alainaa Wa’alaa ‘Ibaadillaahi diatas huruf Lam Jalalah ,
Ash-Shoolihiina diatas huruf Shod , Asyhadu An Laa Ilaaha Illallaahu diatas
huruf Lam Alif dan Lam Jalalah , Wa Asyhadu Anna diatas huruf Nun ,
Muhammadarrosuulullaahi diatas huruf Mim Muhammad dan diatas huruf Ro dan
diatas huruf Lam jalalah .

Tasydiidaatu
Aqollishsolaati ‘Alannabiyyi Shollallaahu ‘Alaihi wasallama Tsalaatsun :
Allaahumma ‘Alallaami Wal Miimi , Sholli ‘Alallaami , ‘Alaa Muhammadin ‘Alal
Miimi
Segala tasydid sekurang-kurangnya sholawat atas
Nabi SAW yaitu 3 : Lafazh Allaahumma diatas Huruf Lam dan Huruf Mim , Lafazh
Sholli diatas Huruf Lam , Lafazh ‘Ala Muhammadin diatas Huruf Mim

Aqollussalaami
Assalaamu’alaikum . Tasydiidussalaami ‘Alassiini
Sekurang-kurangnya salam yaitu Assalaamu’alaikum .
Tasydidnya salam yaitu diatas Huruf Sin .

Awqootushsholaati
Khomsun : Awwalu Waqtizhzhuhri Zawaalusysyamsi Wa Aakhiruhu Mashiiru Zhilli Kulli
Syaiin Mitslahu Ghoyro Zhillil Istiwaa-i , Wa Awwalu Waqtil ‘Ashri Idzaa Shooro
Zhillu Kulli Syaiin Mitslahu Wazaada Qoliilan Wa Aakhiruhu Ghuruubusysyamsi ,
Wa Awwalu Waqtil Maghribi Ghuruubusysyamsi Wa Aakhiruhu Ghuruubusysyafaqil
Ahmari , Wa Awwalu Waqtil ‘Isyaa-i Ghuruubusysyafaqil Ahmari Wa Aakhiruhu
Thuluu’ul Fajrishsoodiqi , Wa Awwalu Waqtishshubhi Thuluu’ul Fajrishshoodiqi Wa
Aakhiruhu Thuluu’usysyamsi.
Waktu-waktu Sholat yaitu 5 : Awal waktu Zhuhur yaitu
gelincirnya matahari dan akhirnya kembali bayang-banyang tiap-tiap sesuatu akan
misalnya selain bayang-bayang istiwa , dan awal waktu Ashar yaitu apabila jadi
bayang-bayang tiap-tiap sesuatu akan misalnya dan bertambah sedikit dan
akhirnya terbenam matahari , dan awal waktu Maghrib yaitu terbenam matahari dan
akhirnya terbenam syafaq merah , dan awal waktu ‘Isya yaitu terbenam syafaq
merah

dan akhirnya terbit fajar shodiq , dan awal waktu Shubuh
yaitu terbit fajar shodiq dan akhirnya terbit matahari .
Al-Asyfaaqu
Tsalaatsatun : Ahmaru
,
Wa
Ashfaru
,
Wa
Abyadhu . Al-Ahmaru Maghribun Wal-Ashfaru Wal-Abyadhu ‘Isyaa-un . Wa YUndabu
Ta’khiiru Sholaatil ‘Isyaa-i Ilaa An Yaghiibasysyafaqul Ashfaru Wal Abyadhu .


Syafaq-syafaq atau mega-mega yaitu 3 : Merah , dan Kuning
dan Putih . Mega Merah yaitu Maghrib dan Mega Kuning dan Mega Putih yaitu ‘Isya
.
Dan
disunahkan menta’khirkan Sholat ‘Isya hingga hilang Syafaq atau Mega Kuning dan
Mega Putih .

Al-Asyfaaqu Tsalaatsatun : Ahmaru , Wa Ashfaru , Wa
Abyadhu . Al-Ahmaru Maghribun Wal-Ashfaru Wal-Abyadhu ‘Isyaa-un . Wa YUndabu
Ta’khiiru Sholaatil ‘Isyaa-i Ilaa An Yaghiibasysyafaqul Ashfaru Wal Abyadhu .
Syafaq-syafaq
atau mega-mega yaitu 3 : Merah , dan Kuning dan Putih . Mega Merah yaitu
Maghrib dan Mega Kuning dan Mega Putih yaitu ‘Isya . Dan disunahkan
menta’khirkan Sholat ‘Isya hingga hilang Syafaq atau Mega Kuning dan Mega Putih
.

Tahrumushsolaatu Allatii Laisa Lahaa Sababun Mutaqoddimun
Walaa Muqoorinun Fii Khomsati Awqootin : ‘Inda Thuluu’isysyamsi Hattaa
Tartafi’a Qodro Rumhin , Wa’indal Istiwaa’i Fii Ghoyri Yaumil Jumu’ati Hattaa
Tazuula , Wa’indal Ishfiroori Hattaa Taghruba , Waba’da Sholaatishshubhi Hattaa
Tathlu’asysyamsu , Waba’da Sholaatil ‘Ashri Hattaa Taghruba .


Haram sholat yang tidak ada baginya sebab yang terdahulu
dan tidak juga bersamaan pada 5 waktu : Ketika terbit matahari sehingga naik
sekedar satu tombak , dan ketika Istiwa pada selain hari Jum’at hingga
tergelincir matahari , dan ketika Ishfiror hingga terbenam , dan setelah Sholat
Shubuh hingga terbit matahari , dan setelah Sholat ‘Ashar hingga terbenam
matahari .

Saktaatushsolaati Sittun : Baina Takbiirotil Ihroomi
Wadu’aa-il Iftitaahi, Wabaina Du’aa-il Iftitaahi Watta’awwudzi ,
Wabainatta’awwudzi Wal Faatihati , Wabaina Aakhiril Faatihati Wa Aamiina ,
Wabaina Aamiina Wassuuroti , Wabainassuuroti Warrukuu’i .
 
Tempat diamnya sholat yaitu 6 : Antara Takbirotul Ihrom
dan Do’a Iftitah , dan antara Do’a Iftitah dan bacaan Ta’awwudz , dan antara
bacaan Ta’awwudz dan Fatihah , dan antara akhir Fatihah dan bacaan Amin , dan
antara bacaan Amin dan Surat pendek , dan antara Surat pendek dan ruku’ .

Al-Arkaanu Allatii Tulzamu Fiihaththuma’niinatu Arba’atun
: Arrukuu’u , Wali’tidaalu , Wassujuudu , Waljuluusu Bainassajdataini
.
Rukun-rukun sholat yang wajib padanya Tuma’ninah yaitu 4 :
Ruku , dan I’tidal , dan Sujud , dan duduk diantara dua sujud .
Ath-Thuma’niinatu Hiya Sukuunun Ba’da Harkatin Bihaitsu
Yastaqirru Kullu ‘Udhwin Mahallahu Biqodri Subhaanalloohi .
 
Tuma’ninah yaitu diam setelah bergerak dengan sekira-kira
diam tetap seluruh anggota pada tempatnya dengan sekedar bacaan Subhanalloh.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

INTISARI KITAB TA’LIM MUTA’ALIM






Asalamualaikum wr.wb 

mungkin kalian semua tahu bahwa mencari ilmu itu tidak mudah harus ada beberapa cara da syarat yang harus di tempuh oleh si pencari ilmu .................
mungkin disini irsyad akan menjelaskan sedikit tentang tatacara mencari ilmu ........................

tapin jangan lupa postkan komen nya y ......................... ?????????????????





















BAB I
PENGHORMATAN TERHADAP GURU

Adab yang tidak boleh dilakukan terhadap guru  sebagai berikut

Ø      Tidak berjalan di depan guru.
Ø      Tidak menduduki tempat yang di duduki seorang guru .
Ø      Tidak mendahului bicara di hadapan guru kecuali dengan izinnya.
Ø      Tidak bertanya dengan pertanyaan yang membosankan guru.
Ø      Tidak mengganggu istirahat guru.
Ø      Tidak menyakiti hati guru.
Ø      Jangan duduk terlalu dekat dengan guru.


BAB II
TUNTUNAN PENUNTUT ILMU

Ø      Biasakan bangun malam untuk beribadah.
Ø      Menjaga Wudhunya dengan Istiqomah.
Ø      Belajar atau Berdzikir dipermulaan (antara Magrib dan Isya) dan akhir malam
 (Sahur).
Ø      Perbanyak Puasa Sunnah dan menjalankan Sholat Sunnah.
Ø      Memperbanyak membaca Shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
Ø      Menghadap Kiblat ketika Belajar atau Berdzikir.
Ø      Memulai suatu pekerjaan hari Rabu.
Ø      Biasakan bersiwak dan meminum madu.
Ø      Tidak melonjorkan kaki ke depan Kiblat.
Ø      Menghindarkan makan Ketumbar dan Apel Asam.
Ø      Hindarkan untuk melihat salib dan membaca tulisan pada nisan.
Ø      Hindarkan tidur setelah Sholat Shubuh.


BAB III
MENDATANGKAN DAN MENOLAK REZEKI

a). Yang menyebabkan fakir

Tidur diwaktu Shubuh, tidur telanjang lepas pakaian, kencing dengan telanjang bulat, makan dalam keadaan junub, makan dengan berbaring, mengabaikan remukan hidangan sisa makanan, membakar kulit bawang merah dan bawang putih, menyapu rumah dengan kain, menyapu rumah dimalam hari, menyapu sampah tidak langsung dibuang, berjalan di muka orang tua / mendahuluinya, memanggil kedua orang tua hanya dengan menyebut namanya, mencukuti sela – sela gigi dengan benda keras, mencuci tangan dengan tanah dan debu, duduk di atas tangga atau sikai, bersandar pada salah satu kaca – kaca pintu, berwudhu di tempat peristirahatan, menjahit pakaian pada badannya (sedang dipakai), menyapu muka dan keringat dengan gombal (kain majun), tidak mau membersihkan rumah laba – laba di rumah mempermudah  /mempercepat dalam mengerjakan Sholat (tidak mau merendah dan khusu’), segera keluar dari masjid setelah sholat Shubuh, berpagi – pagi benar berangkat ke pasar, menunda – nunda pulang dari pasar, membeli barang atau makanan dari fakir miskin  yang meminta – minta, mendoakan jelek pada anak, tidak mau menutupi bejana, dan memadamkan lampu dengan tiupan napas, menulis dengan pena atau pulpen yang diikat sudah rusak, bersisir dengan sisir yang sudah pecah – pecah, tidak mau mendoakan baik kepada kedua orang tua, memakai surban dengan duduk, memakai celana sambil berdiri, bakhil / pelit,

b). Mempermudah datangnya rezeki

Ø      Mengerjakan Sholat dengan penuh hormat, khusu’ dengan menyempurnakan yang rukun, wajib, sunnah dan disiplin moral (adab) nya.
Ø      Banyak bersedekah.
Ø      Datang ke masjid sebelum adzan.
Ø      Membiasakan bersuci (bila hadats selalu berwudhu)
Ø      Sholat Sunnah sebelum Shubuh, Sholat Witir di rumah..
Ø      Tidak memperbincangkan masalah dunia setelah Sholat Witir.
Ø      Menjauhi banyak duduk – duduk bersama para wanita kecuali ada hajat.



BAB IV.
YANG DAPAT MEYEBABKAN UMUR PANJANG

Ø      Taqwa.
Ø      Hormat kepada orang tua dan tidak menyakitinya.
Ø      Menyambung kekerabatan atau silaturahmi.
Ø      Hendaklah tidak sampai memotong pohon yang masih hidup dan basah kecuali dalam keadaan darurat..
Ø      Menyempurnakan Wudhu.
Ø      Mengerjakan Sholat dengan penuh kehormatan.
Ø      Menunaikan ibadah Haji dan Umrah secara bersama atau Qiran.
Ø      Menjaga kesehatan. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments1

NUR MAKRIFATILLAH



asalamualaikum wr.wb 
mungkin anda tidak tahu tentang pengarang kitab ta'lim muta'alim mungkin saya akan memberi tahu anda tapi postkan komen ok ........................











Alzarnuji & Ta'lim al-Muta'allim 
MENGENAL TOKOH AL ZARNŪJI

A. Riwayat Hidup al-Zarnūji
Sejauh keterangan yang penulis dapatkan, belum ada sebuah karya yang menerangkan sejarah hidup al-Zarnūji secara rinci, tetapi rata-rata hanya keterangan sekilas. Itu pun hanya rentetan dari keterangan nama kitab karangannya. Hal ini dimungkinkan karena nama beliau yang tidak begitu dikenal, tapi justru kitabnya yang sangat terkenal. Sampai sekarang kitab beliau masih mendapatkan tempat yang layak di kalangan penuntut ilmu, khususnya di kalangan pesantren.
Menurut Muhammad Abdul Qodir Ahmad (1986 : 10), al-Zarnūji nama aslinya adalah “Burhān al-Islām al-Zarnūji”, terkenal dengan panggilan al-Zarnūji, karena berasal dari kota Zarnuj. Pendapat lain mengatakan bahwa nama lengkapnya adalah “Burhān al-Din al-Zarnūji”. Menurut hemat penulis, walau ada perbedaan pendapat tentang nama, namun tidak menunjukkan perbedaan arti.
Plessner, yang dikutip dalam “Encyclopedia of Islam”(1913-1934 : 1218) mengatakan bahwa nama asli tokoh ini, sampai sekarang belum diketahui secara pasti, begitu pula tentang karir dan kehidupannya. Plessner memang telah mengkalkulasikan sejumlah kemungkinan tentang waktu kehidupan al-Zarnūji, namun secara detail tentang siapakah dia, masih menjadi penelitian yang menantang. Menurut Plessner, al-Zarnūji hidup antara abad ke-12 dan ke-13. Von Grunebaum dan Abel mengatakan bahwa al-Zarnūji hidup pada akhir abad ke-12 dan awal abad ke-13, beliau mengatakan bahwa al-Zarnūji adalah seorang ulama fiqih bermadzhab Hanafiyah, dan tinggal di wilayah Persia (Muhammad al-Baqir, 1990 : 285-303).
Plessner memperkirakan tahun yang relatif lebih mendekati pasti mengenai kehidupan al-Zarnūji, juga merujuk pada data yang dinyatakan oleh Ahlwardt dalam katalog perpustakaan Berlin, nomor III, bahwa al-Zarnūji hidup pada sekitar tahun 640 H (1243 M), perkiraan ini didasarkan pada informasi dari Mahbub b. Sulaeman al-Kaffawi dalam kitab “A’lam al-Akhyar min Fuqaha’ Madzhab al-Nu’man al-Mukhdar”, yang menempatkan al-Zarnūji dalam kelompok generasi keduabelas ulama Madzhab hanafiyah (Muhammad bin Abdul Qodir Ahmad, 1986 : 13).
Kemudian, Plessner menguji perkiraan Ahlwardt itu dengan mengumpulkan data kehidupan sejarah ulama’ yang diidentifikasikan sebagai guru al-Zarnūji atau paling tidak pernah berhubungan langsung dengannya. Memang al-Zarnūji sendiri dalam kitabnya seringkali menggunakan panggilan syaikhuna kepada ulama’ sambil mengambil pandangan mereka. Salah seorang di antara mereka menurut Abu al A’la al-Maududi (1990: 285), yang sering disebut al-Zarnūji adalah Imam Burhān al-Dīn Ali bin Abi Bakr al-Farghinani al-Marghinani. Ulama’ Hanafiyah yang mengarang kitab, “Hidāyah Fī Furū al-Fiqh” dan beliau wafat pada tahun 593 H/ 1195.
Ulama lain yang diidentifikasikan sebagai gurunya adalah Imam Fakhr al-Islām al-Hasan bin Mansur al-Farghani Kadikhan. Beliau juga ulama Fiqih bermadzhab Hanafiyah. Data kewafatannya tercatat pada Bulan Romadlon Tahun 592 H/ 1196 M. Al-Zarnūji juga menyebut Imam Zahir al-Din al-Hasan bin Ali al-Marghinani, wafat sekitar tahun 600 H/ 1204 M, Imam Fakhr al-Din al-Kashani wafat tahun 587 H/ 1191 M, dan Imam Rukhn al-Din Muhammad bin Abi Bakr Imam Khwarzade, yang diperkirakan hidup sekitar tahun 491 – 576 H (Abu al A’la al-Maududi, 1990: 285-303).
Berdasarkan beberapa data di atas, Plessner sampailah pada kesimpulan bahwa waktu kehidupan Al-Zarnūji sedikit lebih awal dari waktu yang diperkirakan Ahlwardt. Namun ia sendiri tidak menyebut tahun yang pasti. Hal lain yang ia simpulkan secara lebih meyakinkan adalah bahwa kitab Ta’lim al-Muta’allim ditulis setelah tahun 593 H. Ahmad Fuad al-Ahwani (1955: 238) memperkirakan, bahwa Al-Zarnūji wafat pada tahun 591 H/ 1195 M. Dengan demikian belum diketahui masa hidupnya, hal ini disebabkan dari berbagai referensi yang penulis lacak, tidak menyebutkan secara pasti, kapan beliau dilahirkan. Namun jika diambil jalan tengah dan berbagai pendapat di atas, Al-Zarnūji wafat sekitar tahun 620-an Hijriyah.
Mengenai dimana Al-Zarnūji hidup dan berkembang, agaknya belum ada penelitian yang serius. Dalam Kitab Dairat al-Ma’arif al-Islamiyah, dinyatakan bahwa Al-Zarnūji, adalah ulama’ berkebangsaan Arab. Namun pendapat tersebut dibantah oleh Muhamad Abdul qodir Ahmad, katanya lebih lanjut, “kemampuan dalam berbahasa arab tidak dapat dijadikan suatu alasan bahwa beliau adalah orang Arab, karena berbagai rujukan telah penulis lacak, Namun tidak ada satupun pendapat yang mengatakan bahwa beliau berkebangsaan Arab (Muhammad bin Abdul Qodir Ahmad, 1986 : 11). Penulis mempunyai pandangan bahwa, pendapat yang mengatakan Al-Zarnūji orang Arab, bisa juga benar, sebab pada masa awal penyebaran Islam, banyak orang Arab yang berdakwah ke berbagai negeri dan tinggal (muqim) dimana mereka berdakwah. Disamping itu, Al-Zarnūji merupakan merupakan orang yang pandai dan cakap berbahasa Arab disamping bahasa Persia.
Adalah Von Grunebaum dan abel, memberikan dua informasi penting dalam hal ini. Pertama, Al-Zarnūji adalah seorang ulama’ yang hidup di wilayah Persia; Kedua, lebih khusus dia mengatakan Al-Zarnūji adalah seorang ahli Fiqih bermadzhab Hanafiyah yang dikenal luas di daerah Khurasan dan Transoxiana. Kemungkinan lain adalah pada wilayah ia mengembangkan ilmunya, yakni di daerah Marghinan, ini dijadikan kemungkinan dengan mempertimbangkan wilaah asal ulama’ yang dianggap gurunya seperti, Imam Burhān al-Dīn al-Marghinani. Data ini paling tidak menguatkan pendapat para ulama’ yang selama ini beranggapan bahwa Al-Zarnūji hidup dan berkembang di wilayah Persia (Muhammad bin Abdul Qodir Ahmad, 1986 : 11).
B. Karya Al-Zarnūji.
Kitab Talim al-Muta’allim, merupakan satu-satunya karya Al-Zarnūji yang sampai sekarang masih ada. Sebagaimana pendapat Haji Khalifah dalam bukunya “Kasf al-Żunūn ‘An Asma’il Kitāb al-Funūn”, dikatakan bahwa di antara 15.000 judul literatur yang dimuat karya abad ke-17 itu tercatat penjelasan bahwa kitab Ta’lim al-Muta’allim merupakan satu-satunya karya Imam Al-Zarnūji. Kitab ini telah diberi catatan komentar (Sharah) oleh Ibnu Ismail, yang kemungkinan juga dikenal dengan al-Nau’i yang diterbitkan pada tahun 996 H. Kitab ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Turki oleh Abd. Majid bin Nusuh bin Isra’il dengan judul “Irsyād al-Ta’lim Fi Ta’lim al-Muta’allim” (Affandi Muchtar, 1995: 67).
Dalam sumber lain, yakni “Gesechichteder Arabischen Litteratur”, yang biasa dikenal dengan singkatan GAL, karya Carl Brockelmann, informasinya lebih lengkap dibanding sumber pertama. Menurut GAL, kitab Ta’lim al-Muta’allim, pertama kali diterbitkan di Mursidabad pada tahun 1265, kemudian diterbitkan di Tunis pada tahun 1286 dan 1873, di Kairo tahun 1281, 1307, dan 1318, di Istambul 1292, dan di Kasan pada tahun 1898. Selain itu menurut GAL, Kitab Ta’lim al-Muta’allim, telah diberi catatan komentar (sarah) dalam tujuh penerbitan. Kedua, atas nama Ibrahim bin Ismail pada tahun 996 H/ 1588 M. Ketiga, atas nama Sa’rani pada tahun 710-711 H. Keempat, atas nama Ishaq b. Ibn Ar-Rumi Qili pada tahun 720 H dengan judul “Mir’ah at-Tālibin”. Kelima atas nama Qodi b. Zakariya al-Anshari A’ashaf. Keenam, Otman Pazari, 1986 dengan judul “Tafhim al-Mutafahhim”. Ketujuh, H. b. ‘Al. al-Faqir, tanpa keterangan tahun penerbitan (Affandi Muhtar, 1995 : 68).
Kepopuleran kitab Ta’lim al-Muta’allim diakui oleh Kholil A. Tatah dalam bukunya, “The Contribution of The Arabs to Education” (1926) dan Mehdi Nakosteen dalam bukunya, “History of Islamic Origins of Western Education, A.D. 800-1350” (1964). Ketika masing-masing melakukan survey atas sumber-sumber kependidikan Islam Klasik dan abad pertengahan. Menurut Tatah dan Nakosteen, kitab ini merupakan karya kependidikan yang paling terkenal di antara sejumlah karya kependidikan yang berhasil diidentifikasi mereka. Bahkan penerjemahan ke dalam Bahasa Latin dengan judul Enchiridion Studiosi telah dilakukan sebanyak dua kali yakni oleh H. Roland pada tahun 1709 dan oleh Caspari pada tahun 1838. Sementara menurut Brockelmann, kitab ini hampir tersedia di seluruh perpustakaan pada zamannya (Affandi Muhtar, 1995 : 69).
Walau kepopuleran kitab Ta’lim al-Muta’allim, telah diakui oleh kalangan ilmuwan barat dan timur, namun penulis masih sedikit menyangsikan, kalau Al-Zarnūji hanya menulis sebuah buku saja. Alasannya bagaimana pendapat Muhammad Abdul Qodir Ahmad (1986: 24) yang mengatakan, orang alim seperti Al-Zarnūji yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dan atas perhatiannya kepada para penuntut ilmu ang tekun, tetai kurang berhasil dalam belajar dan kemampuannya dalam menulis kitab, maka tidaklah mungkin kalau beliau hanya menulis sebuah buku. Disamping itu guru-gurunya dan orang yang seangkatan dengan guru-gurunya dan dirinya sendiri banyak menulis kitab dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan.
Bahkan dimungkinkan, kalaulah ada karya lain Al-Zarnūji, ikut hangus terbakar karena penyerbuan biadab bangsa Mongol yang dipimpin oleh Jengis Khan. Jengis Khan dan pasukannya selama lima tahun (1220-1225) menaklukan dan menghancurkan Persia Timur, sehingga daerah tersebut menjadi padang ang tidak berpenduduk, Khurasan dan Transoxiana yang merupakan daerah terkaya, termakmur dan berbudaya Persia dan menikmati kebudayaan yang maju, hancur lebur berantakan, tinggal puing-puingnya saja yang sudah tak berarti lagi. Menurut seorang sejarawan dari barat, Roger Garaudy, kejadian itu dikatakan “Penyerbuan Biadab”/ Invasion Barbare (Muhammad Abdurrahman Khan, 1986 : 60).
Sungguh besar kerugian umat islam dan umat manusia pada umumnya, khazanah ilmu pengetahuan, seni sastra dan sumber-sumber lain lenyap semua disebabkan serbuan biadab dari Bangsa Mongol. Namun ntuk mengetahui apakah karya Al-Zarnūji sungguh hangus terbakar, atau memang hanya sebuah buku saja, diperlukan penelitian lanjutan dari penelitian yang penulis lakukan.

C. Gambaran Global Isi Kitab Ta’lim al-Muta’allim.
Berdasarkan pengamatan penulis, al-Zarnūji dalam menulis karyanya (Ta’lim al-Muta’allim) sangat kronologis. Beliau memulai dengan bacaan basmalah, kemudian memuji kepada Alloh SWT, Tuhan yang telah melebihkan manusia dengan ilmu dan amal atas semesta alam, Sholawat semoga tetap terlimpah ke haribaan Muhammad, penghulu/ tokoh Arab dan ‘Ajam, lalu keluarga dan sahabat-sahabat beliau yang merupakan sumber pengetahuan dan hikmah.
Al-Zarnūji kemudian mengemukakan alasan beliau menulis kitab Ta’lim al-Muta’allim yaitu banyak penuntut ilmu di zamannya yang tekun tetapi tidak bisa memetik kemanfaatan dan buahnya, yakni mengamalkan dan menyiarkannya. Lantaran mereka salah jalan dan meninggalkan syarat-syaratnya, padahal sesuatu yang salah jalan itu akan tersesat dan gagal tujuannya. Alasan ini diambil dari kitab guru beliau yang alim dan arif.
Kitab Ta’lim al-Muta’allim terbagi kedalam tiga belas fasal dengan perincian sebagai berikut : Fasal 1. Pengertian ilmu, fiqih dan keutamaannya; Fasal 2. Tentang niat dikala belajar; Fasal 3. Tentang memilih guru, teman dan mengenai ketabahan; Fasal 4. Menghormati ilmu dan ulama’; Fasal 5. Sungguh-sungguh, kontinuitas dan antusias; Fasal 6. Permulaan, ukuran dan tata tertib belajar; Fasal 7. Tawakkal; Fasal 8. Saat terbaik untk belajar; Fasal 9. Kasih sayang dan nasihat; Fasal 10. Istifadlah (mengambil pelajaran); Fasal 11. Wara’ dikala belajar; Fasal 12. Penyebab hafal dan lupa; Fasal 13. Hal-hal yang menyebabkan bertambah atau berkurangnya rizqi dan umur.

Pasal 1. Hakikat, ilmu, Fikih dan keutamaannya.
Belajar adalah kewajiban setiap insan laki-laki dan perempuan. Semenjak dilahirkan hingga akhir hayatnya, orang muslim menurut al-Zarnūji, tidak diwajibkan menuntut segala cabang ilmu pengetahuan, tetapi diwajibkan menuntut ilmu al-Hal.
Orang muslim juga diwajibkan menuntut ilmu yang selalu diperlukan setiap saat. Karena orang muslim diwajibkan menunaikan ibadah sholat, puasa dan haji, maka ia diwajibkan menuntut ilmu yang berkaitan dengan kewajiban tersebut. Sebab apa yang menjadi perantara perbuatan wajib, wajib pula bagi muslim mempelajari ilmu-ilmu tersebut.
Wajib bagi muslim mempelajari ilmu-ilmu perdagangan jikalau mereka berdagang. Misalnya bagaimana cara menyingkiri hal-hal yang haram, makruh dan syubhat. Setiap orang yang mengerjakan muamalah, wajib mengetahui ilmu-ilmu tentang bagaimana cara menyingkiri haram yang mungkin terjadi dalam muamalah tersebut.
Termasuk yang wajib diketahui oleh setiap muslim pula, adalah ilmu gerak hati (ahwal al-qalb) seperti tawakkal, ridla, inabah, taqwa dan rendah hati.
Tentang kemuliaan ilmu sudah jelas dapat diketahui oleh setiap orang, sebab ilmu khusus dimiliki oleh manusia, misalnya Alloh SWT mengunggulkan Adam a.s atas malaikat, bahkan mereka diperintah pula agar sujud menghormat kepada adam lantaran Adam dianugerahi ilmu pengetahuan oleh Alloh SWT.
Akhlak yang luhur seperti dermawan, penyabar, rendah hati, ikhlas, dan yang buruk seperti bakhil, sombong serta cara menjauhinya, menurut al-Zarnūji juga harus dipelajari, sehingga ia selalu menjaga dan menghiasi diri dengan akhlak mulia.
Mempelajari ilmu yang kegunaannya hanya dalam waktu-waktu tertentu, maka hukumnya fardlu kifayah. Sementara mempelajari ilmu yang akan membahayakan atau tidak ada manfaatnya, maka haram mempelajarinya. Dikatakan mengetahui ilmu yang diperlukan setiap saat ibarat makan yang diperlukan oleh setiap individu. Adapun ilmu yang diperlukan pada waktu-waktu tertentu saja laksana obat yang hanya dibutuhkan ketika sakit.
Ilmu menurut al-Zarnūji adalah suatu sifat yang menjadikan jelas identitas pemiliknya. Adapun fikih adalah mengetahui keindahan dan kelembutan macam-macam ilmu. Sedangkan fiqih menurut Imam Abu Hanifah adalah mengetahui hal-hal yang berguna dan berbahaya bagi seseorang. Lebih lanjut beliau mengatakan, ilmu tidak lain hanya untuk diamalkan, dan mengamalkan ilmu berarti meninggalkan orientasi duniawi demi ukhrowi.
Pasal 2. Niat dikala Belajar
Niat adalah perbuatan hati yang menjadi pokok dari segala hal (perbuatan). Maka dari itu “Tidak sah” perbuatan yang dilaksanakan tanpa niat. Karena niat pula, amal perbuatan yang bersifat duniawi bisa menjadi amal ukhrowi, demikian pula sebaliknya. Dikala belajar hendaklah berniat : a. Mencari ridlo Alloh SWT; b. kebahagiaan akhirat; c. memerangi kebodohan sendiri dan segenap kaum bodoh; d. mengembangkan agama dan melanggengkan Islam; e. memperoleh kebahagiaan akhirat serta mensyukuri nikmat akal dan badan yang sehat.
Al-Zarnūji mengingatkan kepada segenap penuntut ilmu, agar dalam belajar tidak diniatkan untuk mencari pengaruh, mendapatkan kenikmatan duniawi atau kehormatan dihadapan orang lain. Sesungguhnya seseorang yang dapat merasakan lezatnya ilmu dan amal, maka kecintaannya terhadap harta akan semakin kecil.
Tetapi jikalau dalam meraih keagungan itu demi amar ma’ruf nahi munkar, memperjuangkan kebenaran dan meluhurkan agama, bukan untuk keperluan hawa nafsu sendiri maka diperbolehkan.
Disamping itu, al-Zarnūji juga mengingatkan agar penuntut ilmu yang telah bersusah payah belajar tidak memanfaatkan ilmunya untuk urusan-urusan duniawi yang hina dina dan rendah nilainya. Oleh sebab itu, hendaknya ia selalu menghiasi diri dengan akhlak mulia.
Pasal 3. Memilih ilmu, Guru, Teman dan Ketabahan Ber-ilmu
Bagi pelajar (penuntut ilmu) hendaknya memilih ilmu yang terbaik dan dibutuhkan dalam kehidupan, berguna untuk agama, di waktu itu dan pada masa yang akan datang. Hendaknya lebih dahulu mempelajari ilmu tauhid, ma’rifat serta memilih ilmu kuno (‘atiq).
Belajar jangan sampai kena pengaruh perbantahan yang tumbuh subur setelah habisnya ulama’ besar, sebab hal itu akan menjauhkannya dari mengenali ilmu fiqih. Dan ini termasuk tanda-tanda kiyamat akan tiba, yaitu lenyapnya fiqih dari kehidupan manusia.
Dalam memilih guru hendaknya yang lebih alim, wara’, lebih lapang dada, penyabar dan lebih tua usianya. Sebagaimana yang telah dilakukan Abu Hanifah setelah lebih dahulu dan mempertimbangkan lebih lanjut, maka menentukan pilihannya kepada Tuan Hammad bin Abu Sulaiman. Dalam hal ini beliau berkata “Beliau saya kenal sebagai orang tua yang berbudi luhur, berlapang dada serta penyabar”, saya mengabdi di pangkuan Tuan Hammad bin Abu Sulaiman dan ternyata saya pun makin berkembang.
Menuntut ilmu adalah urusan yang paling mulia, tetapi juga paling sulit, karena itulah kita diperintah untuk bermusyawarah dalam menuntut ilmu. Sebagaimana Alloh SWT memerintahkan kepada Rosululloh untuk bermusyawarah dalam segala urusan kehidupan, walaupun tidak ada orang lain yang lebih pintar dari beliau.
Para penuntut ilmu hendaknya sabar dan tabah dalam menuntut ilmu kepada gurunya yang dipilihnya itu. Disamping itu juga sabar di dalam menghadapi berbagai cobaan, karena dibalik cita-cita terdapat bermacam-macam cobaan dan rintangan yang selalu silih berganti.
Dalam memilih teman hendaknya yang tekun, wara’, jujur dan tanggap terhadap masalah (problem) rekannya. Adalah perlu dihindari teman yang pemalas, banyak bicara, penganggur, senang mengacau dan memfitnah. Selain itu, penuntut ilmu hendaknya memilih tempat belajar (sekolah) yang sesuai dengan keinginannya. Untuk itu perlu dipertimbangkan masak-masak selama dua bulan dan dilakukan dengan musyawarah.
Pasal 4. Mengagungkan Ilmu dan Ahlinya.
Merupakan kewajiban bagi penuntut ilmu untuk menghormati ilmu, ahli ilmu, guru dan putranya. Ali bin Abi Tholib berkata, “Aku adalah hamba orang yang telah mengajarku sekalipun hanya satu huruf”. Murid hendaklah melakukan hal-hal yang membuat guru rela, tidak marah dan menjunjung tinggi perintahnya yang tidak bertentangan dengan agama. Melukai hati guru mengakibatkan ilmunya “kurang berkah” dan sedikit manfaatnya.
Termasuk dalam memuliakan ilmu, yaitu memuliakan kitab, hendaklah penuntut ilmu tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci. Demikian pula dalam belajar, hendaklah ia selalu dalam keadaan suci. Ilmu adalah cahaya, wudlu’pun cahaya, maka ilmu akan semakin bertambah cahayanya bila dibarengi dengan wudlu’.
Penuntut ilmu wajib menghormati ilmu dengan menulis secara rapi dan jelas, sehingga tidak terjadi penyesalan di kemudian hari. Abu Hanifah pernah berkata, ”Jangan kamu menulis dengan tidak jelas, sebab kalau kamu berumur panjang akan menyesal dan kalau mati akan dimaki”. Termasuk menghargai ilmu adalah menghormati teman dan guru. Hendaklah penuntut ilmu memperhatikan segala ilmu secara seksama terhadap suatu masalah, walaupun telah diulang seribu kali.
Bagi pelajar tidak dibenarkan untuk menentukan pilihannya sendiri terhadap ilmu yang akan dipelajari. Ia mempersilahkan kepada sang guru untuk memilihkannya, sebab sang guru lebih berpengalaman dan lebih mampu memilihkan tabiatnya. Dicontohkan, pada mulanya Muhamad bin Ismail al-Bukhori belajar sholat kepada Muhamad bin Hasan. Lalu guru tersebut memerintahkannya belajar hadits yang dinilai lebih tepat bagi muridnya. Akhirnya ia menuntut ilmu hadits dan menjadi salah seorang ahli hadits yang terkenal sampai sekarang.
Tidak diperkenankan pula, seorang murid untuk duduk berdekatan dengan guru, karena kan mengurangi rasa hormat mereka kepada guru. Hendaklah para murid tidak berakhlak tercela, karena akhlak tercela ibarat anjing dan para malaikat tidak akan mengunjungi sebuah rumah yang terdapat di dalamnya anjing, sehingga tertutuplah pintu hidayah terhadap orang yang berakhlak tercela.
Pasal 5. Sungguh-sungguh, Kontinuitas, dan cita-cita luhur.
Penuntut ilmu harus bersungguh-sungguh dan berkesinambugan dalam belajar. Di sisi lain agar kesuksesan dapat diraih, maka diperlukan kesungguhan dari ketiga pihak; murid, guru, dan orang tua.
Bagi pelajar hendaknya sanggup belajar dan mengulangi pelajaran secara kontinyu pada awal waktu malam dan di akhir waktu malam. Sebab antara waktu dari maghrib sampai isya, serta waktu sahur adalah membawa berkah.
Penuntut ilmu jangan sampai membuat dirinya kelelahan, sehingga lemah dan tidak dapat berbuat sesuatu, sabda Rosululloh SAW, “Ingatlah bahwa gama ini (Islam) adalah agama yang kokoh, santunilah dirimu dalam menunaikan tugas agama, janganlah kau buat diimu sengsara lantaran ibadahmu kepada Alloh. Sesungguhnya orang yang telah hilang kekuatannya tidak akan bisa meneruskan perjalanan dan menunggangi kendaraannya”. Lebih lanjut beliau bersabda, “Ilmu adalah kendaraanmu, maka santunilah”.
Pangkal kesuksesan adalah kesungguhan dan himmah. Oleh sebab itu barang siapa yang berhimmah menghafalkan sebuah kitab, misalnya, dan disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh dan tak kenal menyerah (kontinyu), maka secara lahiriyah ia akan mampu menghafalnya, baik sebagian, separoh atau semuanya. Sebagaimana Abu Hanifah dalam pesannya kepada Abu Yusuf; “Hati dan akalmu tertutup, tapi engkau bisa keluar dari belenggu itu dengan cara terus-menerus belajar. Dan jauhilah kemalasan, sesungguhnya bahayanya amat besar”.
Kemalasan timbul disebabkan kurangnya penghayatan terhadap kemuliaan dan keutamaan ilmu. Dapat diketahui, diantara manfaat ilmu adalah menjunjung tinggi pemiliknya dan namanya akan tetap harum, sekalipun pemiliknya telah meninggal dunia.
Kemalasan pada pelajar biasanya disebabkan karena lendir dahak yang cukup banyak, dan lendir tersebut dikarenakan terlalu banyak minum dan makan. Cara menguranginya adalah dengan cara makan yang sedikit. Manfaat dari makan yang sedikit, diantaranya badan menjadi sehat, terhindar dari barang haram dan ikut memikirkan nasib orang lain. Sesungguhnya Nabi sendiri pernah menyatakan bahwa Alloh membenci tiga jenis manusia bukan karena dosa, yakni: orang yang banyak makan, orang kikir, dan orang yang sombong. Dan dinyatakan bahwa perut kenyang dapat menghilangkan kecerdasan.
Pasal 6. Permulaan, Ukuran dan Tata tertib dalam Belajar
Belajar hendaknya dimulai pada hari Rabu. Syekh Burhanudin, Imam Abu Hanifah, dan Syekh Abu Yusuf al-Hamdani memulai perbuatan-perbuatan baiknya, termasuk mulai belajar pada hari Rabu. Sebab pada hari tersebut Alloh menciptakan al-Nuur (cahaya), dan merupakan hari sial bagi orang kafir, dan ini berarti merupakan hari berkahnya orang mukmin.
Mengenai ukuran pelajaran yang akan dipelajari, menurut keterangan Abu Khanifah adalah bahwa Syekh Qodli Imam Umar bin Abu Bakar al-Zanjiy berkata; Guru-guru kami berkata, “Sebaiknya bagi orang yang baru mulai belajar, hendaknya mengambil pelajaran yang sekiranya dapat dikuasai dengan baik setelah diulang dua kali, kemudian setiap hari ditambah sedikit demi sedikit, sehingga apabila telah banyak masih mungkin dikuasai dengan baik dengan mengulangnya dua kali, seraya bertambah sedikit demi sedikit. Apabila pelajaran pertama yang dipelajari banyak dan memerlukan pengulangan (muroja’ah) sepuluh kali, maka seterusnya harus juga dilakukan seperti itu, karena suatu kebiasaan akan sulit untuk dihilangkan. Ada sebuah ungkapan yang mengatakan, “Pelajaran baru satu huruf, Repetisinya seribu kali”.
Selain itu, untuk pemula hendaknya dipilih kitab-kitab yang kecil. Sebab dengan begitu akan mudah dimengerti dan dikuasai sebaik-baiknya serta tidak menimbulkan kebosanan. Ilmu pengetahuan yang telah dipelajari hendaknya dicatat dan sering diulang-ulang kembali. Hal ini mempunyai manfaat yang sangat besar, murid jangan sampai menulis sesuatu yang tidak dipahaminya, karena akan menumpulkan kecerdasan.
Pelajar/ Mahasiswa hendaknya bersungguh-sungguh dan memikirkan secara mendalam apa yang diterima dari guru, serta mengulanginya. Apabila ia meremehkan satu kali, dua kali hingga menjadi kebiasaannya, maka ia tidak akan bisa memahami sesuatu sekalipun gampang.
Penuntut ilmu harus senantiasa berdo’a kepada Alloh, karena Alloh pasti akan mengabulkan do’a hamba-Nya.
Dalam memperoleh kebenaran harus dngan jalan musyaarah seperti mudzakarah (saling mengingatkan), munadharah (saling berargumentasi), dan muthorohah (diskusi). Hal ini dilakukan dengan penuh penghayatan, kalem dan penuh keinsafan. Dan tidak akan berhasil, bila dilaksanakan dengan cara kekerasab dab berlatar belakang yang tidak baik. Mutarahat dan Munadharah lebih besar manfaatnya dari pada sekedar repetisi, sebab disamping berarti repetisi, juga menambah ilmu pengetahuan. Bahkan Mutarohah yang dilakukan sebentar lebih baik dari pada repetisi (tikrar) satu bulan.
Penuntut ilmu hendaklah membiasakan diri untuk memikirkan sungguh-sungguh pelajaran yang sulit di setiap waktu. Dikatakan, “Pikirkanlah dalam-dalam, engkau akan mengetahuinya”. Lain dari itu penuntut ilmu hendaknya pandai-pandai mengambil pelajaran dari siapapun. Abu Yusuf ketika ditanya cara memperoleh ilmu, beliau menjawab, “Saya tidak merasa malu untuk belajar dan tidak kikir untuk mengajar”, sedang Ibnu Abbas juga menjawab pertanyaan yang sama, “Dengan lisan banyak bertanya dan hatiku (qaalb) selalu berfikir banyak-banyak.
Para pelajar hendaknya selalu bersyukur dengan lisan, anggota badan, hati dan harta benda kepada Alloh SWT, karena Dia-lah yang meberikan hidayah kepada siapa yang memohon-Nya. Dan kepada-Nya pula hendaknya menuntut ilmu bertawakkal. Janganlah ia semata-mata hanya mengandalkan pada akal dan kemampuan dirinya sendiri.
Penuntut ilmu hendaknya senang membeli kitab, karena dengan demikian akan memudahkan ia belajar dan menelaah pelajarannya. Oleh sebab itu janganlah seseorang itu tamak mengharap harta orang lain. Dalam kata mutiara disebutkan, “ barang siapa mencukupi diri dengan harta orang lain, berarti ia melarat”.
Penuntut ilmu hendaknya dapat memperhitungkan berapa kali ia harus mengulangi pelajaran dan ia tidak akan tenang sebelum terpenuhinya target tersebut. Seyogyanya pelajaran kemarin diulang lima kali, pelajaran lusa diulang empat kali, kemarin lusa tiga kali, pelajaran sebelumnya dua kali dan sebelumnya lagi satu kali. Cara yang demikian akan mempermudah hafal. Dalam belajr dan menghafal para santri atau pelajar, hendaknya tidak membiasakan dengan suara yang pelan (dalam hati) dan tidak terlalu keras, yang baik adalah yang sedang-sedang saja dan penuh semangat. Dianjurkan seseorang belajar hendaklah hafal dengan baik sebuah kitab fiqih yang yang baru saja diterimanya. Selain itu, jangan sampai belajarnya terputus, karena hal itu akan merupakan afat (yang sangat menyusahkan) baginya.
Pasal 7. Tawakkal
Dalam belajar penuntut ilmu haruslah bertawakkal kepada Alloh dan jangan tergoda oleh urusan-urusan rizki. Sebagaimana sabda Rosululloh, “Barang siapa mempelajari agama, Alloh akan mencukupi kebutuhan dan memberinyarizki dari suatu jalan yang tidak disangka-sangka”. Seseorang yang tergoda oleh urusan rizki tidak gampang menghilangkannya demi kemuliaan akhlak dan urusan-urusan yang bernilai tinggi.
Orang yang bijaksana hendaknya tidak digelisahkan oleh urusan duniawi, karena gelisah dan sedih tidak akan bisa mengelakkan musibah, berguna pun tidak. Bahkan membahayakan hati, akal, badan dan merusak perbuatan-perbuatan yang baik. Oleh karena itu, penuntut ilmu hendaknya berusaha sekuat mungkin untuk mengurangi (meninggalkan) urusan-urusan duniawi.
Penuntut ilmu hendaknya bersabar dalam perjalanannya menuntut ilmu. Sebagaimana dialami oleh Nabi Musa sewaktu pergi belajar, beliau berkata, “benar-benar kudapati kesulitan dalam kelanaku ini”, padahal selain kepergian tersebut tidak pernah ia katakan seperti itu. Hendaknya perlu dimaklumi bahwa dalam belajar tidak mungkin terlepas dari kesulitan. Sebab belajar merupakan perkara yang besar dan menurut kebanyakan ulama’ lebih afdhol dari pada berperang, barang siapa yang bersabar menghadapi kesulitan, maka ia akan merasakan lezatnya ilmu.
Pasal 8. Waktu Belajar
Waktu belajar itu sejak manusia dalam ayunan hingga ke liang lahat (kubur). Adapun masa yang paling untuk belajar adalah awal masa pemuda, waktu antara maghrib dan isya’ dan waktu sahur. Namun sebaiknya pelajar, mahasiswa dan penuntut ilmu lainnya hendaknya memanfaatkan semua waktunya untuk belajar. Bilamana telah merasa bosan terhadap suatu ilmu, maka berganti mempelajari ilmu lainnya. Muhammad Ibnu al-Hasan tidak tidur semalaman untuk mempelajari buku-bukunya. Apabila ia telah jenuh mempelajari suatu ilmu, kemudian berpindah ke ilmu lain. Ia pun menyediakan air untuk menghilangkan kantuknya, katanya tidur itu dari panas yang bisa dihilangkan dengan air.
Pasal 9. Kasih sayang dan Nasihat
Orang yang alim hendaknya, memiliki rasa kasih sayang, mau memberi nasihat, serta jangan berbuat dengki, karena dengki itu tidak akan bermanfaat, justru akan membahayakan diri sendiri. Banyak ulama’ berkata, “Putra guru dapat menjadi ‘alim karena sang guru itu selalu menghendaki agar muridnya kelak menjadi orang yang alim. Diceritakan bahwa al-Shadr al-Ajall Burhan al-Aimmah mengajar kedua putranya yakni Hisamuddin dan Tajuddin di siang hari, saat panasnya matahari setelah mengajar murid-muridnya yang berdatangan dari berbagai penjuru, dan mereka itulah yang lebih didahulukan dari pada kedua puteranya. Namun berkat kasih sayang sang ayah, kedua putranya menjadi ahli fikih yang melebihi ahli-ahli fikih di zamannya.
Yang harus diperhatikan adalah menghiasi diri dengan akhlak mulia bukan menghancurkan musuhmu. Apabila telah kau hiasi dirimu dengan akhlak mulia maka akan luluh musuhmu dengan sendirinya. Dan janganlah sampai melibatkan diri dalam permusuhan. Sebab hal itu hanya akan menghabiskan waktu dan membuka aib sendiri. Dan bagi penuntut ilmu hendaknya tidak berburuk sangka kepada sesama mu’min, karena ini merupakan sumber permusuhan.
Pasal 10. Mengambil Pelajaran (al-Istifadah)
Pelajar hendaknya menggunakan setiap kesempatan waktunya untuk belajar, terus menerus sampai memperoleh keutamaan. Caranya bisa dilakukan dengan menyediakan alat tulis di setiap saat untuk mencatat hal-hal ilmiah yang diperolehnya. Ada dikatakan, “Hafalan bisa lari, tapi tulisan tetap berdiri”. Yang disebut ilmu yaitu segala apa yang didapat dari ucapan ahli ilmu, karena mereka telah menghafal yang bagus dari hasil pendengarannya dan mengucapkan yang bagus dari hafalan tersebut. Zain al-Islam pernah berkata bahwa pada suatu ketika Hilal bin Yasar menyampaikan pesan, “ Kulihat Rosululloh SAW menyampaikan ilmu dan hikmah kepada sahabatnya”, seraya berkata, “Ya Rasululloh ulangilah untukku apa yang telah Tuan sampaikan kepada mereka”. Beliau berkata, “ Apakah engkau bawa alat tulis ?”. Jawab. “ Tidak”. Lalu beliau bersabda, “Oh Hilal, janganlah engkau terpisah dari alat tulis, karena sampai hari kiyamat kebaikan itu selalu disana dan pada pemiliknya”.
Al-Zarnūji mengingatkan, umur itu pendek dan ilmu itu banyak. Oleh karena itu penuntut ilmu, janganlah menyia-nyiakan waktu dan kesempatan serta memanfaatkan waktu-waktu malamnya dan saat-saat yang sepi (hening) untuk belajar. Yahya bin Muaz al-Razi berkata, “Malam itu panjang, maka jangan engkau habiskan untuk tidur dan sinar itu cemerlang, maka jangan engkau kotori dengan dosa-dosa. Ali R.a. berkata : Apabila kamu menghadapi sesuatu, maka tekunilah ia, berpaling dari ilmu Alloh akan membuatnya merugi dan menyesal, maka mohonlah perlindungan kepada-Nya di malam dan siang hari.
Pasal 11. Wara’ pada Waktu belajar
Dalam masalah ini sebagian ulama’ meriwayatkan hadits dari Rosululloh SAW, “Barang siapa tidak berbuat wara’ dikala belajarnya, maka Alloh memberinya ujian diantara tiga perkara berikut : pertama, dimatikan dalam usia muda, kedua, ditempatkan perkampungan orang-orang yang bodoh, ketiga, dijadikan pembantu (khodim), akan tetapi apabila ia bersifat wara’ maka ilmunya lebih bermanfaat, lebih besar manfaatnya dan studinya dimudahkan”.
Adalah termasuk wara’ menjaga diri dari kekenyangan, tidak banyak tidur, tidak banyak bicara mengenai hal-hal yang tidak bermanfaat. Selain itu juga, bila mungkin menghindari makan-makanan pasar yang diperkirakan lebih mudah terkena najis atau kotoran. Para pelajar terdahulu bersifat wara’, maka ulama’ terdahulu memperoleh ilmu yang tidak sedikit dan mampu menyebarluaskannya, sehingga namanya tetap harum walau telah meninggal dunia,
Penuntut ilmu hendaklah menjaga diri dari ghibah dan bergaul dengan kawan yang banyak bicara. Hal itu hanya menghabiskan umur dan menyia-nyiakan waktu saja, disamping—itu termasuk wara—menjauhkan diri dari orang yang berbuat kerusakan, berlaku maksiyat dan pengangguran, tapi bergaullah dengan orang-orang yang saleh. Kawan sepergaulan itu pasti mempunyai pengaruh. Seyogyanya pnuntut ilmu mohon didoakan oleh Ahl al-Khoir dan menjaga diri dari do’a orang yang teraniaya.
Penuntut ilmu janganlah mengabaikan adab, sopan santun dan perbuatan sunnah, hendaknya ia memperbanyak sholat dan menjalankannya dengan khusyu’, karena hal itu akan membantu mencapai keberhasilan dan kesuksesan studi.
Pasal 12. Faktor Penyebab Mudah Hafal dan Lupa.
Faktor yang paling utama dalam hafalan seseorang adalah; kesungguhan, kontinuitas, mengurangi makan dan sholat di malam hari. Membaca al-Qur’an juga termasuk penyebab mudah hafal. Dikatakan, “Tiada sesuatu yang lebih bisa menguatkan hafalan seseorang kecuali membaca al-Qur’an dengan penuh pengertian (kearifan)”. Berdo’a sebelum dan sesudah menghafal juga menguatkan hafalan. Selain itu bersiwak, minum madu, memakan kundur (sejenis susu) dan minum dua puluh satu zabib merah setiap hari dengan penuh syukur menyebabkan hafal, disamping juga bisa menyembuhkan berbagai jenis penyakit.
Adapuhn hal-hal yang menyebabkan lupa yakni; banyak berbuat maksiyat dan dosa, gila dan gelisah dengan urusan duniawi. Gila dunia tak lepas dari akibat kegelapan hati, sedang gila akhirat tak lepas dari akibat hati yang penuh dengan cahaya yang dapat dirasakan ketika sholat. Gila dunia akan menghalangi berbuat kebajikan, tetapi kegilaan akhirat akan membawa kepada amal kebajikan.
Penyebab lupa yang lain adalah makan ketumbar, buah apel yang masam, melihat salib, membaca tulisan pada nisan, berjalan disela-sela onta terkait, membuang ke tanah kutu yang masih hidup dan bebekam pada palung tengkuk kepala. Singkirilah semua itu, karena dapat membuat orang jadi pelupa.
Pasal 13. Hal-hal yang menjadi Penyebab Bertambah atau Berkurangnya
Rizki dan Umur
Penuntut ilmu hendaknya mengetahui hal-hal yang dapat menambah rizki, umur dan berbadan sehat, sehingga dapat mencurahkan segala kemampuannya untuk belajar agar mencapai apa yang dicita-citakan.
Sesungguhnya lantaran berbuat dosa, rizki seseurang menjadi tertutup, terutama berbuat dusta adalah mendatangkan kefakiran. Demikian pula tidur di pagi hari dan terlalu banyak tidur, keduanya mengakibatkan kemelaratan harta dan juga kemelaratan ilmu.
Sebaiknya bangun pagi-pagi, itu dibekali dan membawa berbagai macam-macam kenikmatan, khususnya rizki. Bisa menulis bagus adalah kunci memperoleh rizki, muka berseri-seri dan tutur kata manis akan menambah banyak rizki. Disebutkan dari Hasan bin Ali R.a, menyapu lantai dan mencuci wadah menjadi sumber kekayaan”. Sedangkan yang merupakan penyebab kuat untuk memperoleh rizki adalah melakukan sholat malam dengan rasa ta’zim, khusyu’, dengan menyempurnakan segala rukun, wajib, kesunahan dan adabnya. Demikian pula melaksanakan sholat dluha, membaca surat al Waqi’ah khususnya dimalam hari ketika orang tidur, surat al-Mulk, al-Muzammil, al-Lail dan surat al-Insyiroh, datang ke masjid sebelum adzan, selalu suci. Sholat sunnat sebelu, shubuh, melakukan sholat witir di rumah, sholat fajar dan berbagai macam do’a untuk mendapatkan rizki.
Termasuk pula jangan terlampau banyak bergaul dengan wanita kecuali bila ada keperluan yang baik, jangan pula omong kosong.
Adapun faktor yang menjadi penyebab bertambahnya usia adalah; berbuat bakti, menyingkiri perbuatan yang menyakitkan orang lain, menghormati sesepuh dan bersilaturrahmi dan selalu membaca do’a di setiap pagi dan sore hari. Disamping itu janganlah menebang pohon yang masih hidup kecuali terpaksa, berwudlu secara sempurna, melakukan sholat dengan ta’zim, haji serta menjaga kesehatan.
Para penuntut ilmu hendaknya mengetahui ilmu medis, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan dirinya.
Mengakhiri karyanya al-Zarnūji menutup dengan memuji kepada Alloh SWT dan salam yang disampaikan kepada Rosululloh SAW.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0